Selamat Datang

Selamat datang dan selamat menikmati hidangan otak Anda. Blog ini khusus dirancang untuk Anda yang siap melahap dan mencari gizi-gizi buku yang bermakna.

Sabtu, 19 Desember 2009

(Masih) Mengharapkan Keberadaan KPK


Judul : Jangan Bunuh KPK
Editor :Tri Agung Kristanto dan Irwan Suhanda
Penerbit :Kompas, Jakarta
Cetakan : I, September 2009
Tebal : ix + 1324 halaman

Gelagat mengamputasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), baik dari sisi keberadaan dan kewenangannya, tidak kunjung usai. Beragam upaya dilakukan agar kinerja KPK tak melebihi pekerjaan polisi, kejaksaan dan hakim. Upaya itu begitu kentara, berawal dari keberatan terhadap ide pembentukan KPK hingga kewenangannya untuk menyadap telepon.

Sebenarnya, keberadaan KPK dan Pengadilan Khusus Tipikor adalah bukti keseriusan pemerintah, DPR dan masyarakat untuk melakukan pemberantasan korupsi. Hanya saja, pada saat bersamaan, Keberadaan keduanya juga membuka “luka” sakit hati dan kecemasan pada institusi lain. Apalagi, belakangan publik pun mulai membandingkan kinerja Pengadilan Khusus Tipikor dengan Pengadilan Negeri, bahkan sampai di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (MA), terutama dalam menangani perkara korupsi.

Jika dimonitor, hampir tidak ada terdakwa korupsi yang diadili di Pengadilan Khusus Tipikor yang dibebaskan. Sebaliknya, pengadilan negeri sampai MA (pengadilan umum), disebut-sebut banyak membebaskan terdakwa kasus korupsi yang diadilinya. Luka inilah yang menjadi awal ancaman bagi KPK dan Pengadilan Khusus Tipikor. Tanggal 19 Desember 2009 nanti merupakan waktu yang diberikan Mahkamah Konstitusi (MK) kepada pemerintah dan DPR untuk membuat dan mengesahkan Undang-Undang tentang Pengadilan Khusus Tipikor. Jika ini tidak terjadi, nasib perkara yang diselidiki KPK menjadi tidak jelas. Memang masih ada pengadilan umum yang bisa saja menerima dan menyidangkan perkara yang dilimpahkan KPK, tetapi hingga hari ini kepercayaan masyarakat pada pengadilan umum masih rendah dan cenderung kian merosot.

KPK, memang, bisa setiap saat ditiadakan, jika penegak hukum lainnya, yaitu jaksa, polisi, dan hakim di negeri ini bisa diandalkan dalam pemberantasan korupsi. Tentunya juga kepercayaan masyarakat pada lembaga penegak hukum ini sudah kian tinggi.

Jika dilakukan flashback, di antara amanat reformasi yang digulirkan tahun 1998 adalah pemberantasan korupsi secara tuntas. Sampai saat ini, masyarakat masih tetap menggantungkan kepercayaannya pada KPK dan instrumen yang dimiliki untuk melakukan pemberantasan korupsi. Malah dalam penyelesaian masalah skandal Bank Century, publik menilai KPK-lah yang lebih pantas diberi kewenangan ketimbang pansus yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Jika KPK ditiadakan dengan berbagai cara, masihkah kita dapat berharap ada Indonesia yang benar-benar bisa bebas dari korupsi? Akankah kita kembali ke masa kelam yang membuat bangsa ini compang camping, terkoyak-koyak karena korupsi merajalela? Kepercayaan atau kredibilitas publik terhadap KPK hingga kini yang dapat membuat negeri ini kembali percaya diri.

Buku yang memiliki 324 halaman ini merupakan kumpulan berbagai tulisan yang pernah dimuat di harian Kompas, yang mencoba menggambarkan kompleksitas pemberantasan korupsi di negeri ini dan nasib lembaga pemberantasan korupsi di masa akan datang. Tentu saja kita menginginkan Indonesia yang bersih dari korupsi, yang nanti dapat diwariskan pada generasi penerus. Karena itu, dengan membaca buku ini, kita sedang menanam rasa untuk memelihara akan pentingnya pemberantasan korupsi di negeri ini

Buku ini terbagi dalam lima bab: ragam bentuk tindakan korupsi, perlawanan terhadap KPK, Dorongan terhadap keberadaan KPK, etika dan wewenang KPK, dan terakhir kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK. Tak hanya itu, pada akhir buku ini dilampirkan perkara-perkara korupsi serta vonis yang dijatuhkan pengadilan terhadap pelaku korupsi

Buku ini layak dikonsumsi siapa saja yang ingin mengenal KPK dan mendukung keberadaannya. Paling tidak, dengan membaca buku ini menambah khazanah perihal sepak terjang KPK dalam membuat ciut nyali para koruptor

Tidak ada komentar: