Selamat Datang

Selamat datang dan selamat menikmati hidangan otak Anda. Blog ini khusus dirancang untuk Anda yang siap melahap dan mencari gizi-gizi buku yang bermakna.

Kamis, 12 November 2009

Politik Suci Mekkah


Politik Suci Mekkah

Judul : Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim
Penulis : Zuhairi Misrawi
Penerbit : Kompas, Jakarta
Cetakan : I, Agustus 2009
Tebal : ix + 369 halaman

Bagi umat Islam, Mekkah menjadi kota yang sangat mengagumkan. Tak seorang muslim pun yang tak menginginkan serta tak merindukan untuk mengunjunginya. Malah, Allah SWT. telah mentitahkan bahwa Mekkah akan menjadi tempat suci yang akan dikunjungi dengan gelombang massa yang tak akan pernah surut sedikit pun. Karena di dalam kota suci itu, terdapat Ka’bah yang merupakan kiblat umat Islam dan bangunan yang dicatat oleh agama-agama samawi.

Eksistensi Mekkah, sejatinya, menginspirasikan pentingnya monoteisme. Keesaan Allah jelas diajarkan kala mengitari ka’bah. Sehingga, semangat mengunjungi Mekkah berwujud ketundukan dan penyerahan diri secara total kepada Allah. Sayangnya, semangat itu, terkadang, tidak dibungkus oleh pengetauhan tentang histori Mekkah yang, sejatinya, tak lepas dari nuansa politis, yang layak jadi pandangan dan, mungkin, panutan.

Meskipun Zuhairi Musrawi, penulis buku ini mengklaim bahwa kehadiran buku ini dilatarbelakangi upaya untuk membedah Mekkah di dua sisi sekaligus: teologis dan sosiologis. Saya malah menambahkannya satu lagi, ada sisi politis. Karena Mekkah memberikan persepektif dan hikmah yang lebih banyak untuk terwujudnya keadilan dan keberadaban. Bukankah keduanya bagian dari nilai politik? Malah, saat Rasulullah SAW. mampu menduduki Mekkah, sejarah mencatat bahwa kepemimpinannya dapat menjaga keamanan dan kenyamanan seluruh rakyat Mekkah, tanpa memandang suku, etnis, ras dan agama.

Selain itu, eksistensi Mekkah juga menjadi jawaban atas klaim kalangan sosiolog yang kerap bernada, bahwa yang namanya “suci” itu selalu identik dengan kekerasan. Faktanya, kota suci Mekkah membungkam asumsi para sosiolog. Tak hanya itu, kepiawaian Rasulullah memimpin Mekkah dalam mengaktualisasikan nilai Islam yang adil dan damai tak dapat ditandangi oleh pemimpin-pemimpin dunia lainnya. Inilah, barangkali, yang membuat Mekkah memiliki pesona suci yang luar biasa.

Sosok Nabi Muhammad merupakan sosok teladan, yang sejak awal ingin menjadikan Mekkah sebagai tempat deklarasi nilai-nilai kemanusiaan. Mekkah telah menjadi saksi sejarah itu. Di mana Rasulullah kerap memberikan nasihat kepada pengikutnya agar setiap orang menghormati orang lain, bukan karena agama, bahasa dan bangsa, tetapi lebih didasari pada dorongan nurani dan eksistensinya yang juga berasal dari ciptan Allah. Nyawa, kehormatan, fisik dan harta adalah hal yang harus dihargai, karena hal tersebut merupakan sesuatu yang menjadi common ground di antara sesema manusia.

Sehingga dalam kata pengantar buku ini, Komaruddin Hidayat memaparkan keistimewaan buku ini dapat dilihat dari tiga hal: Pertama, pengalaman dan nuansa kearifan lokal penulis sendiri, yang berasal dari santri hingga menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar Kairo. Sehingga perbandingan nuansa Mesir dan Mekkah juga banyak diungkapkan penulis. Klimaksnya, Mekkah menjadi salah satu pusaran yang sangat mempengaruhi keislaman Zuhairi, menurut Komaruddin, dalam pencarian jatidirinya sebagai seorang Muslim.

Kedua, sejarah Mekkah dengan dengan segala pergulatan politiknya. Perebutan kekuasaan dan dinamika sosial yang terjadi di dalam Mekkah memberikan pelajaran berharga, bahwa kekuasaan yang zhalim dan oportunistik bertentangan dengan jalan Islam. Malah, kekuasan zalim divisualisasikan tidak akan berlangsung lama dan akan terus menerus mendapatkan pertentangan yang kuat, dan akhirnya jatuh.

Ketiga, teladan Ibrahim. Mekkah menjadi sarana untuk mengingat segala perjuangan dan pengorbanannya. Kesadaran akan histori Mekkah mampu mengajarkan pentingnya ibadah, pengorbanan dan kedamaian. Idoelogi yang diusung Ibrahim as. dengan serius mengharapkan dunia ini selalu bernaung pada kedamaian, bukan kekerasan, serta bernaung pada perdamaian bukan kebencian dan pertikaian.

Jika ingin mengenal bagaimana histori dan suasana Mekkah, sebelum dan sesudah datangnya Islam. Buku ini layak menjadi rujukan. Meskipun segala informasi yang ditorehkan penulis tidak serta merta, barangkali, sealur dengan informasi yang selama ini diamini. Paling tidak, kesediaan penulis menuangkan ilmunya dalam bentuk lembaran nyata sungguh layak dihargai.

Rahmat Hidayat Nasution, Anggota Lembaga Baca Tulis (ElBeTe) SUMUT

Tidak ada komentar: